Wujud atau Contoh Variasi Bahasa
Contoh wujud variasi bahasa dari
segi penutur yaitu berkaitan dengan dialek. Chaer dan Lionie (2010: 63)
mengemukakan bahwa dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Percakapan
berikut merupakan contoh variasi bahasa Bugis dialek Sinjai.
A. Tegaki
elo[k] lao?
B. Elo[k]
ka lao ri bolana Puang Yasse.
A. Maega
wita tau lao ku ro, mabbaju lotong sibawa mallipa, aga di jama ri bolana Puang
Yasse?
B. Matei
wennie.
A. Cinampe’pi
iya ulao, manrei Ambo’ku jolo.
B. Tegai
pale anrimmu?
A. Engkai
diaha.
Dari percakapan di atas, dapat dilihat beberapa
ciri-ciri bahasa Bugis. Terdapat beberapa perbedaan baik dari segi bunyi
(fonologi), bentuk kata (morfologi), susunan kalimat (sintaksis), dan pilihan kata
(leksikon).
- Ciri-ciri dari segi fonologi: Penutur bahasa Bugis dialek Sinjai tidak dapat menyebut fonem /w/. Apabila terdapat fonem /w/ dalam kata maka fonem tersebut akan diganti dengan fonem /h/. ciri tersebut terlihat pada kata [diaha]. Yang sebenarnya dalam bahasa Bugis Standar adalah [diawa], tetapi karena tidak mampu menyebut fonem /w/ maka diganti menjadi fonem /h/. Selain itu, penutur bugis juga tidak dapat menyebut fonem velar plosif /k/ pada akhir kata seperti yang terlihat pada kata [elo’] yang berakhiran dengan fonem /k/ sehingga fonem /k/ tersebut berubah menjadi glottal plosif /?/.
- Ciri-ciri dari segi morfologi: beberapa kata dalam bahasa Bugis mendapatkan afiks atau imbuhan. Misalnya terlihat pada kata [mallipa], kata tersebut terbentuk dari afiks [ma-] + [lipa]. Afiks ma- melekat pada bentuk dasar [lipa]. Afiks yang melekat pada beberapa konsonan tertentu termasuk pada fonem /l/ maka fonem awal dari kata tersebut yaitu fonem /l/ akan menjadi tebal atau geminasi [mallipa].
- Ciri-ciri sintaksis: Penutur bahasa Bugis dalam tuturan sehari-hari menggunakan pola susunan kalimat yaitu VSO, namun dalam bahasa Bugis Standar, pola kalimat yang sebenarnya yaitu SVO. Pola susunan kalimat VS tersebut terlihat pada kalimat “manrei (V) Ambo’ku (S)” yang maknanya “Bapakku lagi makan”. Jika menggunakan pola kalimat SVO dalam bahasa Bugis Standar, maka kalimat tersebut akan berubah menjadi “Ambo’ku manrei”.
- Ciri-ciri dari segi leksikon: Bahasa Bugis memiliki banyak kosa kata, sama halnya dengan bahasa-bahasa yang lain. Kosa kata tersebut disesuaikan dengan siapa yang bertutur, dengan siapa bertutur, apa yang dituturkan dan juga disesuaikan dengan konteks tuturan itu. Kata [matei] untuk menyatakan orang yang meninggal tidak tepat ketika orang yang meninggal tersebut adalah seorang Bangsawan atau Raja maka harus menggunakan kata [mallinrung].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar