Jumat, 09 Januari 2015

Hubungan Ilmu dan Kebudayaan

Hubungan Ilmu dan Kebudayaan
A.    Ilmu
1.      Pengertian Ilmu
Ilmu tidak pernah terlepas dari kehidupan. Adapun yang dimaksud dengan ilmu berdasarkan asal katanya yaitu Kata “ilmu” berasal dari bahasa arab alima - ya’lamu – ‘ilman yang berarti mengetahui, memahami. Dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa latin yang berasal dari scientia yang berarti pengetahuan atau scire yang berarti mengetahui. Sedangkan dalam Yunani adalah episteme yang berarti pengetahuan. Jadi, dari beberapa asal kata mengenai ilmu tersebut, dapat disimpulakan bahwa ilmu memiliki arti mengetahui baik dari bahasa Arab, Latin, Inggris dan Yunani.
Tidak hanya dari asal kata mengenai ilmu tersebut. Ilmu juga dijelaskan oleh beberap ahi secara terperinci.
a.  Alwi (2008) yang menjelaskan pengertian ilmu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk  menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu.
b. Jujun (2003: 11) mengungkapkan hal senada bahwa ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan.
c.     Mundiri (2012: 5) juga mengatakan dalam bukunya tentang ilmu adalah tindak lanjut dari pengetahuan yang membutuhkan pembuktian dengan metode yang tersistematis.
d.  Tim Dosen Filsafat Ilmu (2012: 22) berpendapat bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang memiliki syarat-syarat tertentu berupa objek baik objek material maupun objek formal.
Dari beberapa pengertian para ahli mengenai ilmu, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah kajian mendalam terhadap pengetahuan yang membutuhkan penjelasan secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu sebagai alat pembuktiannya. Dan jika dihubungkan dengan kebudayaan maka dapat disimpulkan bahwa ilmu membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang ilmu dan juga merupakan unsur dari kebudayaan.
2.      Pengetahuan
Pengertian pengetahuan dijelaskan oleh Lasiyo (2014) bahwa pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tetang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan itu adalah hasil dari upaya mengetahui tentang dunia dan segala isinya.
Jenis pengetahuan ada empat menurut Ibrahim (2008) yang terjabarkan sebagai berikut:
a.   Pengetahuan biasa (common sense) merupakan pengetahuan yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b.  Pengetahuan Ilmiah atau disebut dengan ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c.   Pengetahuan filsafat merupakan pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki samapai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d.     Pengetahuan agama merupakan suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pembagian ilmu berdasar pada sumber pengetahuan, sebagaimana dijelaskan oleh Mundiri (2012) sebagai berikut:
a.    Aposteriori adalah ilmu pengetahuan yang bersumber pada pengalaman dan eksperimen. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman inderawi dan disebut dengan empirisme seperti ilmu Kimia, ilmu Alam, ilmu Hayat, ilmu Kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.
b.    Apriori adalah ilmu yang tidak kita peroleh dari pengalaman dan percobaan tapi bersumber pada akal itu sendiri. Jadi, kebenaran ilmu tidak dapat ditemukan dan dikembalikan pada data empiris sebagaimana ilmu-ilmu aposteriori.
3.     Manfaat Ilmu
Ilmu yang telah diperoleh dari hasil eksperimen atau pembuktian memiliki manfaat terhadap kehidupan manusia maupun terhadap perkembangan ilmu itu sendiri, manfaat dari ilmu tersebut antara lain:
a. Ilmu telah banyak membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu juga menghasilkan kebudayaan.
b.     Ilmu mengubah cara manusia dalam bekerja dan berpikir.
c.      Ilmu memberikan sumbangan keserasian dalam pergaulan antar-insan
Dari manfaat ilmu tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu itu terus mengalami perkembangan sering dengan kemajuan zaman dan tuntutan kehidupan. Ilmu selalu hadir dengan inovasi-inovasi baru yang diciptakan dari kreatifitas untuk menunjang aktivitas manusia dan kehidupan.
B.     Kebudayaan
1.      Pengertian Kebudayaan menurut beberapa ahli
a.   Taylor (dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010: 155) mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lain yang dibutuhkan manusia sebagai anggota masyarakat.
b.      Menurut Jujun (2003) kebudayaan diartikan sebagai perangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupan.
c.    Djojodigono (1958) memberikan definisi mengenai kebudayaan adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah seperangkat sistem nilai, tata hidup, dan sarana bagi manusia dalam kehidupan yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
2.      Hakikat Kebudayaan
Hakikat kebudayaan ada empat yaitu:
a.       Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
b.      Kebudayaan itu ada sebelum generasi lahir dan kebudayaan itu tidak dapat hilang setelah generasi tidak ada.
c.       Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d.      Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang memberikan kewajiban-kewajiban.
Dari keempat hakikat kebudayaan tersebut, diketahui bahwa kebudayaan menjadi identitas manusia. Kebudayaan bersifat turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi, kebudayaan itu sudah ada sebelum kita lahir karena sudah dimiliki oleh orang-orang terdahulu, dan setelah kita tidak ada, kebudayaan itu akan tetap ada karena kita juga akan meariskannya kepada generasi. Tidak hanya itu, kebudayaan berperan untuk mengontrol karena terdapat aturan di dalamnya.
3.      Komponen Kebudayaan
Komponen kebudayaan mencirikan klasifikasi tiga bagian wilayah kebudayaan yaitu:
a.  Hubungan antara manusia dan alam,yang berkaitan dengan kemampuan manusia mempertahankan kelangsungan hidupnya “material”.
b.    Hubungan antara manusia yang terkait dengan hasrat dan upaya untuk meraih status dan hasil dalam kebudayaan masyarakat.
c.       Aspek-aspek yang berkaitan dengan spiritual.
4.      Unsur-unsur Kebudayaan
Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan ada tujuh yaitu:
a.    Bahasa merupakan hal yang terpenting bagi manusia, sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain atau berhubungan dengan sesamanya, sebagai suatu pemenuhan kebutuhan social.
b.  Sistem pengetahuan. Manusia dibekali oleh akal dan pikiran sehingga berusaha untuk mencari tahu jawaban akan pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa suatu hal tersebut terjadi.
c.  Sistem kekerabatan dan organisasi sosial adalah usaha manusia untuk membentuk masyarakan melalui kelompok kecil atau kelompok sosial sehingga terjalin sebuah kekerabatan yang sadar akan dirinya yang tidak dapat bertahan hidup sendiri dan memiliki kepentingan yang sama.
d.     Sistem peralatan hidup dan teknologi yang lahir dan timbul karena manusia dibekali oleh akal sehingga berpikir untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan.
e.  Sistem ekonomi dan mata pencaharian. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, manusia memiliki berbagai cara mata pencaharian untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
f.    Sistem religi. Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadara bahwa ada zat yang lebih dan maha kuasa sehingga manusia melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dengan kekuatan supranatural tersebut.
g.  Kesenian. Manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian.
5.      Sifat kebudayaan
Bukan hanya manusia, kebudayaan juga memiliki sifat sebagaimana terterah pada berikut ini:
a. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu dan menganggap bahwa kebudayaannya yang terbaik dibandingkan dengan kebudayaan yang lain.
b.    Universal artinya kebudayaan itu bersifat umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia).
c.     Akulturasi merupakan perpaduan atau percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempenaruhi sehingga terbentuk kebudayaan yang baru.
d.      Adaptif berarti bahwa kebudayaan itu selalu mampu menyesuaikan diri.
e.      Dinamis (Flexibel) artinya bahwa kebudayaan itu terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin berkembangnya kehidupan, dan kebudayaan itu dapat ditempatkan dan mengikut atau sesuai dengan keberadaannya.
f.     Integratif (integrasi) artinya kebudayaan itu memadukan semua unsur yang dapat mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat.
6.      Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan berfungsi sebagai:
a.       Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompok.
b.      Wadah untuk menyatukan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya.
c.       Pembimbing kehidupan manusia.
d.      Pembeda antar manusia dan binatang.
Secara garis besar, fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengetahuai bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat serta bersikap ketika berhubungan dengan orang lain di dalam kehidupan.
7.      Wujud kebudayaan
Wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.  Gagasan (wujud ideal) adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak.
b.   Aktivitas (tindakan) adalah aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta begaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat teta kelakuan.
c.     Artefak (karya) adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan dan karya berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diindrai.

C.    Hubungan Ilmu dan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dan kebudayaan yaitu keduanya saling menunjang satu sama lain, sebagaimana diungkapkan oleh (Jujun,2003:272) bahwa ilmu dan budaya merupakan dua aspek yang saling mempengaruhi dan saling tergantung. Ketidakterlepasan itu terlihat dari pernyataan bahwa ilmu merupakan bagian dari kebudayaan, sedangkan eksistensi suatu budaya juga ditunjang dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ilmu dan kebudayaan dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang logam yang tidak dapat terpisahkan keberadaannya.



Daftar Pustaka
Ben. 2012. Ilmu Budaya Dasar (online). http://ilmu-budayadasar.blogspot.com/2012/12/unsur-fungsi-hakikat-dan-sifat.html . Diakses 6 November 2014.
Ibrahim, Slamet. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Sekolah Farmasi ITB Bandung: PPT
Lasiyo. 2014. Pemikiran Filsafat. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: PPT Bahan Ajar.
Mundiri. 2012. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ravertz Jerome.R. 2009. Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suriasumantri, Jujun.S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir Ahmad. 2012. Filsafat Ilmu. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.


Prefiks Bahasa Bugis dan Bahasa Indonesia (Kontrastif)

Pembahasan
Proses morfologi yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah pembentukan kata melalui afiksasi terkhusus pada prefiks. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa prefiks merupakan imbuhan yang terletak pada awal kata. Prefiks dalam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa jenis yang merupakan prefiks asli yaitu meN-, ke-, ber-, di-, peN-, per-, ter-, dan se-. sedangkan Prefiks yang terdapat dalam bahasa Bugis adalah ma-, a-, pa-, ta-, ri-, si-, kə-, ke-, dan maka-. Fokus dalam makalah ini adalah prefiks meN- dalam bahasa Indonesia dan prefiks ma- dalam bahasa Bugis.
A.    Prefiks ma-
1.      Bentuk prefiks ma-
Prefiks ma- memiliki dua macam bentuk yaitu:
a.       Prefiks ma- yang tidak dipengaruhi oleh kondosi fonologis. Artinya, prefiks ma- tersebut melekat pada kata dasar begitu saja dan apa adanya sehingga tidak terjadi perubahan baik pada prefiks itu sendiri maupun pada kata dasar.
b.      Prefiks ma- yang dipengaruhi oleh kondisi fonologis sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bentuk sesuai dengan fonem awal pada kata dasar yang dilekatinya. Dari perubahan tersebut, prefiks ma- memiliki beberapa alomorf sesuai dengan fonem awal pada kata.
2.      Prefiks ma- pada kata
a.       Prefiks ma- yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fonologis
Misalnya:
ma-      +          pute                 ‘putih’            à        mapute             ‘putih’
ma-      +          rukka               ‘ribut’             à        Marukka          ‘ribut’
ma-      +          ega                   ‘banyak’         à        maega              ‘banyak’
ma-      +          lotong              ‘hitam’            à        malotong         ‘hitam’
ma-      +          sino                  ‘sepi’              à        masino             ‘sepi’
b.      Prefiks ma- yang dipengaruhi kondisi fonologis
Prefiks ma- memiliki beberapa alomorf sesuai dengan fonem awal kata yang dilekatinya, alomorf tersebut adalah:
1)      Prefiks ma- menjadi mang- apabila melekat pada kata yang berfonem awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, dan /ə/.
Contoh:
ma-            +          ampo               ‘tabur’             à        mangampo       ‘menabur’
ma-            +          itte                   ‘pungut’          à        mangitte          ‘memungut’
ma-            +          oto                   ‘mobil’             à        mangoto          ‘mengendarai’
ma-            +          elli                   ‘beli’                à        mangelli           ‘membeli’
ma-            +          ule                   ‘usung’            à        mangule           ‘mengusung’
ma-            +          ebbu                ‘buat’               à        mangebbu        ‘membuat’
2)      Prefiks ma- menjadi mak- geminasi apabila melekat pada kata dasar yang berfonem awal /u/ dan /e/.
Contoh:
ma-            +          unru                 ‘pukul’             à        Makkunru        ‘memukul’
ma-            +          elong               ‘nyanyi’           à        Makkelong      ‘bernyanyi’
3)      Prefiks ma- menjadi mar- apabila dilekatkan pada kata berfonem awal /a/, /i/, /u/, /ə/, dan /o/.
Contoh:
Mar-          +          ekko    ‘patah’             à        marekko          ‘patah’
mar-           +          ambok ‘bapak’            à        marambok       ‘bersama bapak’
mar-           +          indo     ‘ibu’                à        marindo           ‘Bersama ibu’
mar-           +          uki       ‘tulis’              à        maruki             ‘menulis’
mar-           +          okko    ‘gigit’              à        marokko          ‘menggigit’
4)      Prefiks ma- apabila melekat pada kata yang berfonem awal konsonan /b/, /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /s/, dan /t/, maka prefiks ma- tersebut akan tetap, tetapi konsonan awal yang dilekatinya akan berubah menjadi tebal atau geminasi.
Contoh:
ma-            +          bola     ‘rumah’            à        mabbola           ‘membuat rumah’
ma-            +          cenne   ‘putar’             à        maccenne        ‘berputar’
ma-            +          duta     ‘lamar’             à        madduta          ‘melamar’
ma-            +          galung ‘sawah’            à        maggalung       ‘bersawah’
ma-            +          joro      ‘marah’            à        majjoro            ‘memarahi’
ma-            +          kutana ‘tanya’              à        makkutana       ‘bertanya’
ma-            +          lipa      ‘sarung’            à        mallipa             ‘memakai sarung’
ma-            +          miccu   ‘ludah’             à        mammiccu       ‘meludah’
ma-            +          nasu     ‘masak’            à        mannasu          ‘memasak’
ma-            +          piara    ‘pelihara’         à        mappiara          ‘memelihara’
ma-            +          sompe  ‘rantau’            à        massompe        ‘merantau’
ma-            +          tunu     ‘bakar’             à        mattunu           ‘membakar’
5)      Prefiks ma- apabila bertemu dengan kata yang huruf awalnya berfonem /r/ maka akan terjadi dua macam turunan yang artinya tetap sama, tetapi fonem awal atau konsonan /r/ tersebut juga akan berubah menjadi geminasi.
Contoh:
ma-            +          rempe  ‘lempar’           à        marrempe        ‘melempar’
ma-            +          rempe  ‘lempar’           à        maddempe      ‘melempar’
ma-            +          runu     ‘gugur’             à        marunu            ‘berguguran’
ma-            +          runu     ‘gugur’             à        maddunu         ‘berguguran’
ma-            +          remme ‘rendam’          à        marremme       ‘merendam’
ma-            +          remme ‘rendam’          à        maddemme     ‘merendam’
6)      Apabila prefiks ma- melekat pada kata yang berfonem awal /w/ maka akan berubah menjadi /b/ dan juga akan geminasi.
Contoh:
ma-            +          weru    ‘tiup’               à        mabberu          ‘meniup’
ma-            +          wenni  ‘malam’           à        mabbenni         ‘bermalam’
ma-            +          were    ‘beri’                à        mabbere           ‘memberi’
ma-            +          welek   ‘tebas’             à        mabbelek         ‘menebas’
ma-            +          wetta   ‘potong’          à        mabbetta         ‘memotong’

B.     Prefiks meN-
1.      Bentuk prefiks meN-
Sama halnya dengan bahasa Bugis, prefiks meN- juga memiliki beberapa alomorf sesuai dengan fonem awal pada morfem. Prefik meN- ini dapat membentuk kata kerja transitif dan juga kata kerja in transitif.
2.      Prefiks meN- pada kata
a.       Prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diiukuti bentuk dasar yang fonem awalnya /k/, /g/, /h/, /kh/, dan semua fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, tetapi fonem /k/ mengalami peluluhan.
Contoh:
meN-               +          angkat             à        mengangkat
meN-               +          imbau              à        mengimbau
meN-               +          ukur                 à        mengukur
meN-               +          operasi             à        mengoperasi
meN-               +          empas              à        mengempas
meN-               +          keram              à        mengeram
meN-               +          garap               à        menggarap
meN-               +          hafal                à        menghafal                  
b.      Prefiks meN- berubah menjadi me- jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/, /m/, /n/, /ny/, /n/, /r/, /y/, dan /w/.
Contoh:
meN-               +          lembap             à        melembap
meN-               +          makan              à        memakan
meN-               +          nasihati            à        menasihati
meN-               +          nyanyi             à        menyanyi
meN-               +          nganga             à        menganga
meN-               +          ramal               à        meramal
meN-               +          yakinkan          à        meyakinkan
meN-               +          wabah              à        mewabah
c.       Prefiks meN- berubah menjadi men- jika melekat pada bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/ dan /t/, tetapi fonem /t/ mengalami peluluhan
Contoh:
meN-               +          dengar             à        mendengar     
meN-               +          tanam              à        menanam
d.      Prefiks meN- berubah menjadi mem- jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/, /p/, /f/, tetapi fonem /p/ mengalami peluluhan.
Contoh:
meN-               +          bius                  à        membius
meN-               +          pikul                à        memikul
meN                +          filtrasi              à        memfiltrasi
e.       Prefika meN- berubah menjadi meny- jika melekat pada bentuk dasar yang bermula dengan fonem /c/, /j/, /sy/, /s/, tetapi fonem /s/ mengalami peluluhan.
Contoh:
meN-               +          cuci                  à        mencuci
meN-               +          jawab               à        menjawab
meN-               +          syukuri            à        mensyukuri
meN-               +          sulam               à        menyulam
f.       Prefiks meN- berubah menjadi menge- jika melekat pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
meN-               +          cat                   à        mengecat
meN-               +          rem                  à        mengerem
3.      Fungsi prefiks ma- dan meN-
Prefiks ma- berfungsi:
a.       Pembentuk adjektiva
Prefiks ma- dapat membentuk adjektiva apabila bentuk prefiks ma- tidak dipengeruhi oleh kondisi fonologis.
b.      Pembentuk verba
Prefiks ma- dapat membentuk verba apabila melekat pada nomina dan verba itu sendiri.
Prefika meN- berfungsi:
Prefiks meN- berfungsi untuk membentuk verba atau kata kerja, baik kata kerja transitif maupun intransitif.
4.      Makna prefiks ma- dan prefiks meN-
Makna prefiks ma- dan prefiks meN- sebagai akibat dari proses penggabungannya dengan kata dasar adalah sebagai berikut.
a.       Melakukan pekerjaan
Prefiks ma- dan prefiks meN-, sama- sama bermakna mengerjakan suatu perbuatan.
Misalnya:
Makkelong                  menyanyi
Massessa                     mencuci
b.      Melakukan perbuatan dengan alat
Prefiks ma- dan prefiks meN- bermakna mempergunakan atau bekerja dengan apa yang terkandung dalam kata dasar
Misalnya:
Mammeng                   memancing
Massering                    menyapu
c.       Menyatakan tindakan yang berbalasan
Prefiks meN- tidak dapat  menyatakan tindakan berbalasan, sedangkan prefiks ma- dapat menyatakan makna yang demikian.
Misalnya:
Majjamak                    bersalaman
Massasa                       bertengkar
d.      Menyatakan intensitas
Prefiks ma- dan meN- merupakan dua prefiks yang dapat bermakna menyatakan perbuatan yang memiliki intensitas.
Misalnya:
Majjallok                     mengamuk
Maddani                      merindu
Mangaruk                    mengamuk
e.       Membuat sesuatu
Prefiks ma- dan prefiks meN-  bermakna membuat atau menghasilkan apa yang disebut dengan kata dasar.
Misalnya:
Massambala                 menyambal
Mattennung                 menenun
f.       Menjadi seperti yang dinyatakan dalam bentuk dasar
Prefiks ma- dan prefiks meN- bermakna menjadi seperti yang dinyatakan dalam bentuk dasar.
Misalnya:
Mallampe                    memanjang
Mallebu                       membundar
g.      Menyatakan keadaan
Prefiks ma- dan prefik meN- dapat bermakna menyatakan keadaan.
Misalnya:
Maboro                        membengkak
Massalau                     mengabur
h.      Menunjuk ke arah
Prefiks ma- dan refiks meN- apabila melekat pada kata dasar yang menyatakan tempat, memiliki arti menunjuk ke arah.
Mabbiring                    menepi
Mattasi                         melaut

Contoh, fungsi dan makna yang terterah pada data tersebut, juga dapat diketahui bahwa prefiks ma- dan prefiks meN- mengakibatkan terjadinya bentuk derivasi dan bentuk infleksi pada kata.
1.      Derivasi
Prefiks ma- dan prefiks meN- apabila melekat pada kata benda maka akan mengubah kelas kata yaitu dari nomina menjadi verba.
Contoh prefiks ma- yang melekat pada nomina sehingga membentuk verba
ma-            +          goncing           ‘gunting’         à        maggoncing     ‘menggunting’
ma-            +          sambala           ‘sambal’           à        massambala     ‘menyambal’
ma-            +          sering               ‘sapu    ’           à        massering        ‘menyapu’
ma-            +          elong               ‘lagu’               à        makkelong       ‘melagu’
ma-            +          jakka                ‘sisir’               à        majjakka          ‘menyisir’
contoh prefiks meN- yang membentuk derivasi.
meN-         +          garis                 à                    menggaris
meN-         +          sepi                  à                    menyepi
meN-         +          baik                 à                    membaik
meN          +          lantai               à                    melantai
meN-         +          rem                  à                    mengerem

2.      Infleksi
Prefiks ma- dan prefiks meN- juga merupakan dua prefiks yang dapat membentuk infleksi. Artinya, kedua prefiks tersebut apabila melekat pada kata kerja maka tidak berpengaruh untuk mengubah kelas kata tersebut.
Contoh prefiks ma- yang melekat verba dan tetap membentuk verba
ma-            +          kita                  ‘lihat’               à        makkita           ‘melihat’
ma-            +          welek               ‘tebas’             à        mabbelek         ‘menebas’
ma-            +          lepe                  ‘jilat’                à        mallepe            ‘menjilat’
ma-            +          itte                   ‘pungut’          à        mangitte          ‘memungut’
ma-            +          renreng            ‘tuntun’           à        maddenreng    ‘menuntun’
contoh prefiks meN- yang membentuk infleksi
meN-         +          tunjuk              à                    menunjuk
meN-         +          minum             à                    meminum
meN-         +          baca                 à                    membaca
meN-         +          lihat                 à                    melihat
meN-         +          senggol            à                    menyenggol


Perbedaan Prefiks ma- dan prefiks meN-
Dari data di atas, dapat terlihat bahwa prefiks ma- memiliki kesamaan dengan prefiks meN- dalam bahasa Indonesia, tetapi juga terdapat perbedaan sehingga membentuk beberapa kaidah sebagai beriktu.
1.      Prefiks ma- dan prefiks meN- berfungsi membentuk kata kerja atau verba. Prefiks meN- berfungsi membentuk verba apabila melekat pada nomina, adjektiva, dan verba itu sendiri, sedangkan prefiks ma- selain membentuk verba juga dapat membuntuk adjektiva. Ketika prefiks ma- melekat pada adjektiva maka tidak membentuk verba, melainkan tetap berfungsi membentuk adjektiva karena umumnya adjektiva merupakan kata yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fonologis. Semua kata yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fonologis berfungsi membentuk adjektiva, sedangkan hanya kata yang dipengaruhi oleh kondisi fonologis yang berfungsi membentuk verba.
2.      Prefiks ma- dan prefiks meN- memiliki makna yang sama kecuali prefiks ma- dapat juga bermakna menyatakan tindakan yang berbalasan, sedangkan prefiks meN- tidak dapat menyatakan tindakan yang berbalasan.
3.      Prefiks ma- dan prefiks meN-, masing-masing memilik enam alomorf, tetapi umumnya apabila prefiks ma- yang melekat pada konsonan maka fonem awal pada kata akan berubah menjadi geminasi atau tebal, sedangkan prefiks meN- tidak mengalami geminasi hanya saja ada beberapa konsonan yang mengalami peluluhan.
4.      Prefiks ma- dan prefiks meN-  dapat membentuk derivasi apabila melekat pada nomina dan membentuk infleksi apabila melekat pada verba.

Kedua prefiks tersebut merupakan afiks bentuk terikat. Artinya, bentuk tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus melekat pada bentuk lain apabila ingin memiliki makna. Dan ketika afiks tersebut melekat pada kata benda atau nomina maka makna kata tersebut dapat berubah. Selain mengubah kelas kata sebagaimana bentuk derivasi, juga dapat mengubah makna.

Kesimpulan

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Prefiks ma- dan prefiks meN- merupakan dua prefiks yang memiliki alomorf, masing-masing terdiri dari enam alomorf. Alomorf dari prefiks ma- adalah mang-, mak-, mar-, ma- (geminasi untuk fonem awal kata), ma- (untuk fonem /r/ yang memiliki 2 bentuk perubahan), dan mab-, sedangkan alomorf dari prefiks meN- yaitu mem-, me-, men-, meng-, meny-, dan menge-.
2.      Kedua prefiks yang terdiri dari beberapa alomorf terebut berfungsi untuk membentuk verba, kecuali prefiks ma- yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fonologis.
3.      Kata  yang mendapatkan imbuhan prefiks ma- dan prefiks meN- memiliki beberapa makna yang sama. Prefiks ma- dapat menyatakan makna kegiatan yang berbalasan, tetapi prefiks meN- tidak dapat menyatakan makna yang berbalasan.
4.      Kedua prefiks tersebut juga dapat membentuk derivasi dan infleksi.


Daftar Putaka

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kaseng, S. 1982. Bahasa Bugis Soppeng: Valensi Morfologi Dasar Kata Kerja. Jakarta: Djambatan.

Lyons, Jhon. (1995). Pengantar Teori Linguistik. (Trans. Soetikno, I.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasioanal dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama.

Said, Ide, dkk. (1979). Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Sikki, dkk. (1991). Tata Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.