Kata Pinjaman dalam Bahasa Bugis
Pendahuluan
Salah satu kebanggan
terbesar Indonesia adalah karena Indonesia kaya akan bahasa daerah. Bahasa
Indonesia sebagai pemersatu secara nasional, sedangkan bahasa-bahasa yang
menjadi pemersatu di daerah-daerah tertentu adalah bahasa daerah. Bahasa daerah
inilah yang menjadi kebanggan atau identitas suatu daerah, tanpa terkecuali.
Salah satu daerah yang kaya akan bahasa di Indonesia adalah Sulawesi Selatan.
Ada banyak suku yang mendiami kaki sebelah kanan pulau ini yang jika dilihat
dari peta Indonesia salah satunya adalah suku Bugis.
Bugis merupakan salah
satu suku terbesar di Sulawesi Selatan, kaya akan banyak hal termasuk bahasa.
Bahasa bugis merupakan bahasa daerah yang penuturnya terbanyak di Sulawesi
Selatan, yaitu lebih dari 2.5000.000 jiwa. Wilayah pemakaiannya meliputi
seluruh daratan sebelah utara wilayah kelompok bahasa Makassar, yang dimulai
dari Labakkang, Camba, Tanete, sampai ke muara Sungai Saddang. Sebelah timur
berbatasan dengan bendungan Benteng dan sebelah selatan sampai ke Kecamatan
Maiwa, sebelah timur laut sampai ke Larompong, bagian selatan Kabupaten Luwu.
Sebelah utara meliputi sepanjang pesisir Teluk Bone sampai ke Palopo, bagian
selatan Masamba, dan bagian pesisir Kecamatan Bone-bone, Kabupaten Luwu, dan
pesisir Polewali sampai Kecamatan Campalagian di Kabupaten Polewali-Mamasa.
Data mengenai luas pemakaian bahasa Bugis tersebut terterah pada Peta Bahasa
Sulawesi Selatan (dalam Sikki, 1991: 1).
Dari persebaran yang
ditunjukkan dalam peta bahasa Bugis tersebut, itu menunjukkan bahwa bahasa
Bugis tidak hanya dituturkan dalam satu wilayah saja, melainkan wilayah
pemakaian yang sangat luas. Dari wilayah yang luas itulah, bahasa Bugis juga
memiliki beberapa dialek yang dapat mencirikan penutur, mencirikan daerah,
sekaligus menjadi identitas kebudayaan. Sudah banyak peneliti yang telah
melakukan penelitian terhadap bahasa Bugis. Dari peta bahasa Bugis yang dibuat
oleh Palenkahu et. al. (dalam Sikki, 1991: 2) yang menemukan 10 dialek bahasa
Bugis yaitu Luwu, Wajo, Palakka, Ennak, Soppeng, Sidenreng, Pare-pare, Sawitto,
Tallampanuae (Campalagian), dan Ugi Riawa. Berdasarkan geografinya, Timothy dan
Barbara kemudian merumuskan 11 dialek yaitu Luwu, Wajo, Bone, Sinjai, Soppeng,
Sidrap, Sawitto, Pasangkayu, Barru, Pangkep, dan Camba. Keduanya terdapat
perbedaan. Perumusan dialek bahasa Bugis yang terterah pada Peta bahasa
Sulawesi Selatan itu dilakukan dengan seberapa jauh persebaran penutur bahasa
Bugis dalam satu daerah, sedangkan perumusan dialek tersebut lebih didasarkan
pada daerah atau kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan.
Bahasa mengalami banyak
kategori perubahan dalam pembentukannya yang secara gramatikal, ada yang
melalui fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Yang menjadi pembahasan
dalam makalah ini yaitu perubahan secara gramatikal pada bahasa Bugis yang
terjadi pada tataran morfologi. Morfologi adalah salah satu cabang linguistik
yang mengkaji tentang pembentukan kata dan perubahan-perubahan yang terjadi
serta penyebab terjadinya perubahan itu. Pendapat tersebut didukung oleh
pendapat yang dikemukan oleh Putrayasa (2008: 3) yang menyatakan bahwa
morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari
seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata
terhadap kelas kata dan arti kata. Dengan kata lain, segala sesuatu yang
terjadi pada kata tersebut merupakan kajian dari morfologi. Tidak hanya berlaku
untuk bahasa Indonesia saja, terkhusus untuk bahasa daerah Bugis. Perubahan
yang terjadi pada kata-kata dalam bahasa Bugis yang menyebabkan terjadinya
perubahan itu melalui proses morfologi. Proses pembentukan kata baru
berdasarkan satuan kebahasaan yang sudah ada melalui alat-alat gramatikal yang
tersedia dalam sistem tata bahasa disebut dengan proses morfologi. Dengan kata
lain, proses morfologis adalah proses pembentukan kata yang diikat oleh
kaidah-kaidah morfologi.
Beberapa kata yang
dicurigai sebagai kata pinjaman. Pembentukan kata baru melalui proses
morfofonemik yaitu dengan cara peminjaman dari bahasa Indonesia. Penyebab terjadinya
peminjaman kata dari bahasa Indonesia ini karena ada beberapa kata yang tidak
dimiliki oleh bahasa Bugis, sedangkan kata-kata tersebut tetap digunakan dalam
menyatakan sesuatu, baik itu benda maupun suatu tindakan atau kegiatan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Chaer (2008: 239) bahwa penyerapan adalah
proses pengambilan kosa kata dari bahasa asing, baik bahasa asing Eropa maupun
bahasa asing Asia, termasuk dari bahasa-bahasa Nusantara. Kata yang didengar
tersebut kemudian diucapkan sesuai dengan pelafalan orang Bugis. Sebagaimana di
ketahui bahwa bahasa Bugis bersifat vokalik sehingga kata-kata yang berakhiran
konsonan ditambahkan dengan huruf vokal pada akhir kata atau dapat juga
dilakukan dengan penghilangan, atau bahkan diubah menjadi glottal atau velar
nasal.
Pembahasan
Proses morfologi yang
menjadi fokus dalam makalah ini adalah pembentukan kata melalui penyerapan atau
peminjaman kata dari bahasa Indonesia. Kata-kata ini muncul sebagai akibat dari
pengaruh bahasa Indonesia, juga karena beberapa hal dalam bahasa Bugis tidak
memiliki sebutan tersendiri sehingga untuk memaknainya harus mengadopsi kata
dari bahasa Indonesia. Kata-kata dalam bahasa bugis itu hanya berakhiran vokal,
velar nasal (ŋ), dan juga glottal plosive (?) sehingga kata yang berakhiran
konsonan berubah menjadi tiga kategori tadi atau bahkan konsonan tersebut
dihilangkan.
Data berikut
menunjukkan perubahan terhadap kata yang berakhiran dengan fonem konsonan atau
penghilangan konsonan tersebut.
1. –o
-o membentuk nomina
Motor + -o à
motoro
Kantor + -o à kantoro
Kompor + -o à komporo
Nomor + -o à nomoro
Kasur + -o à kasoro
Cindol + -o à cindolo
Kopor + -o à koporo
Obor + -o à oboro
Kata
yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –o karena mengikut pada vokal
sebelumnya yaitu o.
2. –a
Membentuk
nomina, verba, dan adjektiva
Sabar + -a à sabbara
Kasar + -a à kasara
Layar + -a à layara
Gambar + -a à gambara
Kamar + -a à kamara
Kapal + -a à kappala
Sambal + -a à sambala
Putar + -a à putara
Konsonan
tidak terdapat pada akhir kata sehingga harus diikuti oleh vokal. Vokal –a
ditambahkan sesuai dengan vokal kedua dari kata yaitu a
3. –u
Membentuk nomina
Guntur + -u à gunturu
Huruf + -u à hurupu
Kakus + -u à kakusu
Busur + -u à busuru
Bubur + -u à buburu
Data
di atas menunjukkan bahwa, kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan
vokal –u karena mengikut pada vokal sebelumnya yaitu u .
4. –e
Membentuk nomina
Liter + -e à litere
Apel + -e à apele
Meter + -e à metere
Senter + -e à sentere
Leter + -e à lettere
Vokal
–e ditambahkan pada kata yang berakhiran konsonan dan disesuaikan dengan vokal
sebelumnya yaitu e
5. -ə
Membentuk nomina
Kipas + -ə à kipasə
Kulkas + -ə à kulkasə
Jilbab + -ə à jilebabə
Bengkel + -ə à bengkelə
Halal + -ə à hallalə
Mimbar + -ə à mimbarə
Kata
yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –ə, tetapi tidak mengikut
pada fonem vokal sebelumnya karena cokal sebelumnya adalah a dan e.
6. –i,
Membentuk adjektiva dan nomina
Kikir +
-i à kikkiri
Pikir + -i à pikkiri
Cangkir + -i à cangkiri
Zikir + -I à sikkiri
Kata
yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –i karena mengikut pada vokal
sebelumnya yaitu i.
7. Kata
satu silabe
Kol + -u à kolu
Es + -ə à es ə
Tas + -ə à tasə
Jas + -ə à jasə
Bis + -ə à bisə
Cas + -ə à casə
Las + -ə à lasə
Vokal
yang ditambahkan pada akhir kata tidak mengikut pada vokal sebelumnya
sebagaimana pada kata yang terterah di atas karena itu pengecualian untuk kata
yang terdiri dari satu silabe.
8. –ng
Kata yang diakhiri
dengan konsonan bilabial nasal /m/
akan luluh atau berubah bila bertemu dengan –ng
/ŋ/.
Jam + -ŋ à jang
Jarum + -ŋ à jarung
Helm + -
ŋ à heleng
9. –ng
Kata dasar yang mendapatkan –ng dengan satu gejala fonologis yaitu
apabila bertemu denga konsonan /n/ sehingga terjadi perpaduan konsonan /n/,
maka akan berubah menjadi /ŋ/.
Ban + - ŋ à Bang
Sabun + -
ŋ à sabung
Lilin + - ŋ à liling
Gorden + - ŋ à gordeng
Galon + -
ŋ à galong
10. Pengubahan
konsona
Kata yang diakhiri
dengan konsonan atau fonem /k/ maka akan berubah menjadi fonem /?/
Rok à ro?
Handuk à handu?
Tembok à tembo?
Becak à beca?
Botak à bota?
Cobek à cobe?
Tuak à tua?
Rujak à ruja?
Sama halnya dengan pengubahan
fonem /t/ bila beradah pada akhir kata maka akan menjadi /?/
Sikat à sika?
Dompet à dompe?
Jaket à jike?
Sumpit à sumpi?
Ketupat à katupa?
Dot à do?
11. Penghilangan
fonem akhir
Tidak hanya penambahan
dan pengubahan, juga terjadi penghilangan seperti pada kata-kata berikut ini yang
mengalami penghilangan pada kata yang memiliki fonem –h diakhir atau ditengah
kata.
Panah à pana
Tanah à tana
Salah à sala
Jahit à jai
Pahit à pai
Kaidah perubahan
Dari
data di atas, dapat diambil kesimpulan mengenai kaidah perubahan yang terjadi
pada kata pinjaman dalam bahasa Bugis yang terdiri atas empat bagian sebagai
berikut.
1. Kata
yang diakhiri dengan konsonan akan ditambahkan vokal sesuai dengan vokal
sebelum konsonan akhir, misalnya, [motor] + [-o] menjadi [motoro], [sabar] +
[-a] menjadi [sabbara], [kakus] + [-u] menjadi [kakusu], [apel] + [-e] menjadi
[apele], kecuali pada penambahan vokal -ə yang bebas karena tidak mengikut pada
vokal sebelum konsonan akhir, misalnya [kipas] + [-ə] menjadi [kipase]. Dan begitupun
dengan kata yang terdiri dari satu silabe yang juga tidak mengikut pada vokal
sebelum konsonan akhir, misalnya [kol] + [-u] menjadi [kolu], [tas] + [-ə]
menjadi [tasə].
2. Khusus
untuk kata yang diakhiri konsonan fonem velar plosif /k/ dan alveolar plosif /t/ tidak mengalami penambahan
melainkan berubah menjadi glottal plosif /?/, misalnya [handuk] menjadi
[handu?] dan [sikat] menjadi [sika?], sedangkan kata yang diakhiri dengan fonem
bilabial nasal /m/ dan alveolar nasal
/n/ akan berubah menjadi velar nasal /ŋ/ contohnya [jam] menjadi [jang] dan
[sabun] menjadi [sabung].
3. Kata
yang diakhiri dengan fonem glottal frikatif /h/ mengalami penghilangan pada
fonem akhir tersebut, misalnya [panah] menjadi [pana].
4. Secara
segmental, kata pinjaman tersebut yang tadinya bunyi tinggi berubah menjadi
bunyi rendah karena dipengaruhi oleh bunyi glottal plosif.
Kata
yang mengalami keempat kaidah di atas adalah kat-kata yang diakhiri dengan
konsonan. Penyebab perubahan itu
didasarkan karena penutur bahasa Bugis tidak dapat menyebut konsonan diakhir
kecuali velar nasal dan glottal plosive sehingga perubahan terjadi smelalui
tiga tahap yaitu penambahan, pengubahan, dan juga penghilangan. Aksara Bugis
yang merupakan huruf Bugis yang disebut dengan Lontara, terdiri dari 23 huruf
dan pengucapannya berakhir dengan bunyi /a/, tetapi memiliki tanda-tanda
tertentu yang dapat menimbulkan variasi bunyi. Variasi bunyi tersebut tidak
lain adalah bunyi vokal sehingga menyebabkan bahasa bugis hanya diakhiri oleh
vokal, velar nasal, dan glottal plosif. Oleh karena itu, kata yang diadopsi
dari pinjaman itu disesuaikan dengan lidah dan cara pengucapan orang Bugis.
Kesimpulan
Dari
penjabaran di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahasa
bugis merupakan bahasa yang bersifat vokalik karena kata-kata yang terdapat
dalam bahasa Bugis kebanyak berakhiran dengan dengan vokal.
2. Bahasa
Bugis mengadopsi atau meminjam kata karena ada beberapa bagian yang ingin
dimaknai tetapi tidak memiliki bahasa sendiri, dan kata yang dipinjam itu
disesuaikan dengan cara pengucapan Bugis sehingga kata yang berakhiran dengan
konsonan mengalami penambahan vokal, pengubahan fonem, dan bahkan penghilangan
konsonan.
3. Semua
kata-kata pinjaman tersebut yang berakhiran konsonan dibentuk oleh tiga kaidah
yaitu, Kata yang diakhiri dengan konsonan akan ditambahkan vokal sesuai dengan
vokal sebelum konsonan akhir, kecuali pada penambahan vokal -ə yang bebas
karena tidak mengikut pada vokal sebelum konsonan akhir dan begitupun dengan kata
yang terdiri dari satu silabe yang juga tidak mengikut pada vokal sebelum
konsonan akhir. Khusus untuk kata yang diakhiri konsonan fonem velar plosif /k/
dan alveolar plosif /t/ tidak mengalami
penambahan melainkan berubah menjadi glottal plosif /?/, sedangkan kata yang
diakhiri dengan fonem bilabial nasal /m/
dan alveolar nasal akan berubah menjadi velar nasal /ŋ/. Tidak hanya penambahan
atau perubahan, juga terjadi penghilangan pada fonem akhir apabila kata
tersebut diakhiri dengan fonem glottal frikatif /h/.
4. Secara
segmental, kata pinjaman tersebut yang tadinya bunyi tinggi berubah menjadi
bunyi agak rendah karena dipengaruhi oleh bunyi glottal plosif.
Daftar
Putaka
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses).
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kaseng,
S. 1982. Bahasa Bugis Soppeng: Valensi
Morfologi Dasar Kata Kerja. Jakarta: Djambatan.
Lyons,
Jhon. (1995). Pengantar Teori Linguistik.
(Trans. Soetikno, I.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Putrayasa,
Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi: Bentuk
Derivasioanal dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama.
Said,
Ide, dkk. (1979). Morfologi dan Sintaksis
Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Sikki,
dkk. (1991). Tata Bahasa Bugis.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar