Jumat, 09 Januari 2015

Bahasa Bugis (Kata Pinjaman)

Kata Pinjaman dalam Bahasa Bugis
Pendahuluan
Salah satu kebanggan terbesar Indonesia adalah karena Indonesia kaya akan bahasa daerah. Bahasa Indonesia sebagai pemersatu secara nasional, sedangkan bahasa-bahasa yang menjadi pemersatu di daerah-daerah tertentu adalah bahasa daerah. Bahasa daerah inilah yang menjadi kebanggan atau identitas suatu daerah, tanpa terkecuali. Salah satu daerah yang kaya akan bahasa di Indonesia adalah Sulawesi Selatan. Ada banyak suku yang mendiami kaki sebelah kanan pulau ini yang jika dilihat dari peta Indonesia salah satunya adalah suku Bugis.
Bugis merupakan salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan, kaya akan banyak hal termasuk bahasa. Bahasa bugis merupakan bahasa daerah yang penuturnya terbanyak di Sulawesi Selatan, yaitu lebih dari 2.5000.000 jiwa. Wilayah pemakaiannya meliputi seluruh daratan sebelah utara wilayah kelompok bahasa Makassar, yang dimulai dari Labakkang, Camba, Tanete, sampai ke muara Sungai Saddang. Sebelah timur berbatasan dengan bendungan Benteng dan sebelah selatan sampai ke Kecamatan Maiwa, sebelah timur laut sampai ke Larompong, bagian selatan Kabupaten Luwu. Sebelah utara meliputi sepanjang pesisir Teluk Bone sampai ke Palopo, bagian selatan Masamba, dan bagian pesisir Kecamatan Bone-bone, Kabupaten Luwu, dan pesisir Polewali sampai Kecamatan Campalagian di Kabupaten Polewali-Mamasa. Data mengenai luas pemakaian bahasa Bugis tersebut terterah pada Peta Bahasa Sulawesi Selatan (dalam Sikki, 1991: 1). 
Dari persebaran yang ditunjukkan dalam peta bahasa Bugis tersebut, itu menunjukkan bahwa bahasa Bugis tidak hanya dituturkan dalam satu wilayah saja, melainkan wilayah pemakaian yang sangat luas. Dari wilayah yang luas itulah, bahasa Bugis juga memiliki beberapa dialek yang dapat mencirikan penutur, mencirikan daerah, sekaligus menjadi identitas kebudayaan. Sudah banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap bahasa Bugis. Dari peta bahasa Bugis yang dibuat oleh Palenkahu et. al. (dalam Sikki, 1991: 2) yang menemukan 10 dialek bahasa Bugis yaitu Luwu, Wajo, Palakka, Ennak, Soppeng, Sidenreng, Pare-pare, Sawitto, Tallampanuae (Campalagian), dan Ugi Riawa. Berdasarkan geografinya, Timothy dan Barbara kemudian merumuskan 11 dialek yaitu Luwu, Wajo, Bone, Sinjai, Soppeng, Sidrap, Sawitto, Pasangkayu, Barru, Pangkep, dan Camba. Keduanya terdapat perbedaan. Perumusan dialek bahasa Bugis yang terterah pada Peta bahasa Sulawesi Selatan itu dilakukan dengan seberapa jauh persebaran penutur bahasa Bugis dalam satu daerah, sedangkan perumusan dialek tersebut lebih didasarkan pada daerah atau kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan.
Bahasa mengalami banyak kategori perubahan dalam pembentukannya yang secara gramatikal, ada yang melalui fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Yang menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu perubahan secara gramatikal pada bahasa Bugis yang terjadi pada tataran morfologi. Morfologi adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata dan perubahan-perubahan yang terjadi serta penyebab terjadinya perubahan itu. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukan oleh Putrayasa (2008: 3) yang menyatakan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap kelas kata dan arti kata. Dengan kata lain, segala sesuatu yang terjadi pada kata tersebut merupakan kajian dari morfologi. Tidak hanya berlaku untuk bahasa Indonesia saja, terkhusus untuk bahasa daerah Bugis. Perubahan yang terjadi pada kata-kata dalam bahasa Bugis yang menyebabkan terjadinya perubahan itu melalui proses morfologi. Proses pembentukan kata baru berdasarkan satuan kebahasaan yang sudah ada melalui alat-alat gramatikal yang tersedia dalam sistem tata bahasa disebut dengan proses morfologi. Dengan kata lain, proses morfologis adalah proses pembentukan kata yang diikat oleh kaidah-kaidah morfologi.
Beberapa kata yang dicurigai sebagai kata pinjaman. Pembentukan kata baru melalui proses morfofonemik yaitu dengan cara peminjaman dari bahasa Indonesia. Penyebab terjadinya peminjaman kata dari bahasa Indonesia ini karena ada beberapa kata yang tidak dimiliki oleh bahasa Bugis, sedangkan kata-kata tersebut tetap digunakan dalam menyatakan sesuatu, baik itu benda maupun suatu tindakan atau kegiatan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Chaer (2008: 239) bahwa penyerapan adalah proses pengambilan kosa kata dari bahasa asing, baik bahasa asing Eropa maupun bahasa asing Asia, termasuk dari bahasa-bahasa Nusantara. Kata yang didengar tersebut kemudian diucapkan sesuai dengan pelafalan orang Bugis. Sebagaimana di ketahui bahwa bahasa Bugis bersifat vokalik sehingga kata-kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan huruf vokal pada akhir kata atau dapat juga dilakukan dengan penghilangan, atau bahkan diubah menjadi glottal atau velar nasal.


Pembahasan
Proses morfologi yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah pembentukan kata melalui penyerapan atau peminjaman kata dari bahasa Indonesia. Kata-kata ini muncul sebagai akibat dari pengaruh bahasa Indonesia, juga karena beberapa hal dalam bahasa Bugis tidak memiliki sebutan tersendiri sehingga untuk memaknainya harus mengadopsi kata dari bahasa Indonesia. Kata-kata dalam bahasa bugis itu hanya berakhiran vokal, velar nasal (ŋ), dan juga glottal plosive (?) sehingga kata yang berakhiran konsonan berubah menjadi tiga kategori tadi atau bahkan konsonan tersebut dihilangkan.
Data berikut menunjukkan perubahan terhadap kata yang berakhiran dengan fonem konsonan atau penghilangan konsonan tersebut.
1.      –o
-o membentuk nomina
Motor             +          -o         à        motoro
Kantor             +          -o         à        kantoro
Kompor           +          -o         à        komporo
Nomor             +          -o         à        nomoro
Kasur               +          -o         à        kasoro
Cindol             +          -o         à        cindolo
Kopor              +          -o         à        koporo
Obor                +          -o         à        oboro
Kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –o karena mengikut pada vokal sebelumnya yaitu o.
2.      –a
Membentuk nomina, verba, dan adjektiva
Sabar               +          -a         à        sabbara
Kasar               +          -a         à        kasara
Layar               +          -a         à        layara
Gambar           +          -a         à        gambara
Kamar             +          -a         à        kamara
Kapal               +          -a         à        kappala
Sambal            +          -a         à        sambala
Putar                +          -a         à        putara
Konsonan tidak terdapat pada akhir kata sehingga harus diikuti oleh vokal. Vokal –a ditambahkan sesuai dengan vokal kedua dari kata yaitu a
3.      –u
Membentuk nomina
Guntur             +          -u         à        gunturu
Huruf              +          -u         à        hurupu
Kakus              +          -u         à        kakusu
Busur               +          -u         à        busuru
Bubur              +          -u         à        buburu
Data di atas menunjukkan bahwa, kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –u karena mengikut pada vokal sebelumnya yaitu u .
4.      –e
Membentuk nomina
Liter                +          -e         à        litere
Apel                +          -e         à        apele
Meter               +          -e         à        metere
Senter              +          -e         à        sentere
Leter                +          -e         à        lettere
Vokal –e ditambahkan pada kata yang berakhiran konsonan dan disesuaikan dengan vokal sebelumnya yaitu e
5.     
Membentuk nomina
Kipas               +          -ə         à        kipasə
Kulkas             +          -ə         à        kulkasə
Jilbab               +          -ə         à        jilebabə
Bengkel           +          -ə         à        bengkelə
Halal                +          -ə         à        hallalə
Mimbar            +          -ə         à        mimbarə
Kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –ə, tetapi tidak mengikut pada fonem vokal sebelumnya karena cokal sebelumnya adalah a dan e.
6.      –i,
Membentuk adjektiva dan nomina
Kikir                +          -i          à        kikkiri
Pikir                 +          -i          à        pikkiri 
Cangkir           +          -i          à        cangkiri
Zikir                +          -I         à        sikkiri
Kata yang berakhiran konsonan ditambahkan dengan vokal –i karena mengikut pada vokal sebelumnya yaitu i.
7.      Kata satu silabe
Kol                  +          -u         à        kolu
Es                    +          -ə         à        es ə
Tas                   +          -ə         à        tasə
Jas                   +          -ə         à        jasə
Bis                   +          -ə         à        bisə
Cas                  +          -ə         à        casə
Las                  +          -ə         à        lasə
Vokal yang ditambahkan pada akhir kata tidak mengikut pada vokal sebelumnya sebagaimana pada kata yang terterah di atas karena itu pengecualian untuk kata yang terdiri dari satu silabe.
8.      –ng
Kata yang diakhiri dengan konsonan bilabial nasal /m/ akan luluh atau berubah bila bertemu dengan –ng /ŋ/.
Jam                  +          -ŋ         à        jang
Jarum               +          -ŋ         à        jarung
Helm               +          - ŋ        à        heleng
9.      –ng
Kata dasar yang mendapatkan –ng dengan satu gejala fonologis yaitu apabila bertemu denga konsonan /n/ sehingga terjadi perpaduan konsonan /n/, maka akan berubah menjadi /ŋ/.
Ban                 +          - ŋ        à        Bang
Sabun              +          - ŋ        à        sabung
Lilin                +          - ŋ        à        liling
Gorden            +          - ŋ        à        gordeng
Galon              +          - ŋ        à        galong
10.  Pengubahan konsona
Kata yang diakhiri dengan konsonan atau fonem /k/ maka akan berubah menjadi fonem /?/
Rok                             à                    ro?      
Handuk                       à                    handu?
Tembok                       à                    tembo?
Becak                          à                    beca?
Botak                          à                    bota?
Cobek                          à                    cobe?
Tuak                            à                    tua?    
Rujak                           à                    ruja?
Sama halnya dengan pengubahan fonem /t/ bila beradah pada akhir kata maka akan menjadi /?/
Sikat                            à                    sika?
Dompet                       à                    dompe?
Jaket                            à                    jike?
Sumpit                         à                    sumpi?
Ketupat                       à                    katupa?
Dot                              à                    do?
11.  Penghilangan fonem akhir
Tidak hanya penambahan dan pengubahan, juga terjadi penghilangan seperti pada kata-kata berikut ini yang mengalami penghilangan pada kata yang memiliki fonem –h diakhir atau ditengah kata.
Panah                          à                    pana
Tanah                          à                    tana
Salah                           à                    sala
Jahit                             à                    jai
Pahit                            à                    pai
Kaidah perubahan
Dari data di atas, dapat diambil kesimpulan mengenai kaidah perubahan yang terjadi pada kata pinjaman dalam bahasa Bugis yang terdiri atas empat bagian sebagai berikut.
1. Kata yang diakhiri dengan konsonan akan ditambahkan vokal sesuai dengan vokal sebelum konsonan akhir, misalnya, [motor] + [-o] menjadi [motoro], [sabar] + [-a] menjadi [sabbara], [kakus] + [-u] menjadi [kakusu], [apel] + [-e] menjadi [apele], kecuali pada penambahan vokal -ə yang bebas karena tidak mengikut pada vokal sebelum konsonan akhir, misalnya [kipas] + [-ə] menjadi [kipase]. Dan begitupun dengan kata yang terdiri dari satu silabe yang juga tidak mengikut pada vokal sebelum konsonan akhir, misalnya [kol] + [-u] menjadi [kolu], [tas] + [-ə] menjadi [tasə].
2. Khusus untuk kata yang diakhiri konsonan fonem velar plosif /k/ dan alveolar  plosif /t/ tidak mengalami penambahan melainkan berubah menjadi glottal plosif /?/, misalnya [handuk] menjadi [handu?] dan [sikat] menjadi [sika?], sedangkan kata yang diakhiri dengan fonem bilabial nasal /m/ dan alveolar nasal /n/ akan berubah menjadi velar nasal /ŋ/ contohnya [jam] menjadi [jang] dan [sabun] menjadi [sabung].
3. Kata yang diakhiri dengan fonem glottal frikatif /h/ mengalami penghilangan pada fonem akhir tersebut, misalnya [panah] menjadi [pana].
4. Secara segmental, kata pinjaman tersebut yang tadinya bunyi tinggi berubah menjadi bunyi rendah karena dipengaruhi oleh bunyi glottal plosif.
Kata yang mengalami keempat kaidah di atas adalah kat-kata yang diakhiri dengan konsonan.  Penyebab perubahan itu didasarkan karena penutur bahasa Bugis tidak dapat menyebut konsonan diakhir kecuali velar nasal dan glottal plosive sehingga perubahan terjadi smelalui tiga tahap yaitu penambahan, pengubahan, dan juga penghilangan. Aksara Bugis yang merupakan huruf Bugis yang disebut dengan Lontara, terdiri dari 23 huruf dan pengucapannya berakhir dengan bunyi /a/, tetapi memiliki tanda-tanda tertentu yang dapat menimbulkan variasi bunyi. Variasi bunyi tersebut tidak lain adalah bunyi vokal sehingga menyebabkan bahasa bugis hanya diakhiri oleh vokal, velar nasal, dan glottal plosif. Oleh karena itu, kata yang diadopsi dari pinjaman itu disesuaikan dengan lidah dan cara pengucapan orang Bugis.

Kesimpulan
Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahasa bugis merupakan bahasa yang bersifat vokalik karena kata-kata yang terdapat dalam bahasa Bugis kebanyak berakhiran dengan dengan vokal.
2. Bahasa Bugis mengadopsi atau meminjam kata karena ada beberapa bagian yang ingin dimaknai tetapi tidak memiliki bahasa sendiri, dan kata yang dipinjam itu disesuaikan dengan cara pengucapan Bugis sehingga kata yang berakhiran dengan konsonan mengalami penambahan vokal, pengubahan fonem, dan bahkan penghilangan konsonan.
3. Semua kata-kata pinjaman tersebut yang berakhiran konsonan dibentuk oleh tiga kaidah yaitu, Kata yang diakhiri dengan konsonan akan ditambahkan vokal sesuai dengan vokal sebelum konsonan akhir, kecuali pada penambahan vokal -ə yang bebas karena tidak mengikut pada vokal sebelum konsonan akhir dan begitupun dengan kata yang terdiri dari satu silabe yang juga tidak mengikut pada vokal sebelum konsonan akhir. Khusus untuk kata yang diakhiri konsonan fonem velar plosif /k/ dan alveolar  plosif /t/ tidak mengalami penambahan melainkan berubah menjadi glottal plosif /?/, sedangkan kata yang diakhiri dengan fonem bilabial nasal /m/ dan alveolar nasal akan berubah menjadi velar nasal /ŋ/. Tidak hanya penambahan atau perubahan, juga terjadi penghilangan pada fonem akhir apabila kata tersebut diakhiri dengan fonem glottal frikatif /h/.
4. Secara segmental, kata pinjaman tersebut yang tadinya bunyi tinggi berubah menjadi bunyi agak rendah karena dipengaruhi oleh bunyi glottal plosif.

Daftar Putaka

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kaseng, S. 1982. Bahasa Bugis Soppeng: Valensi Morfologi Dasar Kata Kerja. Jakarta: Djambatan.

Lyons, Jhon. (1995). Pengantar Teori Linguistik. (Trans. Soetikno, I.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasioanal dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama.

Said, Ide, dkk. (1979). Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Sikki, dkk. (1991). Tata Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar